Jurnalnetizen.com – Universitas Udayana (Unud) Bali telah mengeluarkan secara permanen seorang mahasiswa yang terbukti bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap puluhan korban menggunakan teknologi kecerdasan buatan deepfake.
Mahasiswa yang dikeluarkan tersebut, yang diidentifikasi oleh pejabat universitas sebagai SLKDP, diduga menggunakan alat AI untuk memanipulasi gambar sesama mahasiswa menjadi konten eksplisit seksual. Gambar-gambar tersebut dilaporkan dicuri dari akun media sosial korban dan dimanipulasi menggunakan perangkat lunak deepfake, yang menyebabkan tekanan emosional dan trauma pada sedikitnya 37 orang. Belum ada korban yang mengajukan laporan polisi.
“Ini adalah pelanggaran etika berat yang mencoreng nama baik universitas,” kata Dewi Pascarini, kepala Unit Komunikasi Publik Udayana, saat konferensi pers pada hari Rabu. “Rektorat telah mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan pelaku secara permanen.”
Pascarini menjelaskan bahwa SLKDP telah mengakui pelanggaran tersebut dalam sidang etik yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis universitas tersebut. Penyelidikan internal dilakukan oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) universitas yang telah mewawancarai pelaku dan sejumlah korban.
Meskipun universitas telah menawarkan bantuan hukum dan psikologis, Pascarini mendesak para korban untuk mencari keadilan melalui jalur hukum formal. “Kami menghormati pilihan para korban, tetapi kami juga mendorong mereka untuk melaporkan kasus tersebut kepada penegak hukum agar dapat ditangani dengan tepat.”
Mahasiswa di kampus menyatakan kekecewaan atas pelecehan tersebut dan menyerukan hukuman yang lebih berat. “Menggunakan media sosial secara tidak bertanggung jawab seperti ini tidak etis,” kata Wahyu, seorang mahasiswa. “Universitas telah bertindak tegas agar orang lain tidak melakukan hal yang sama.”
Mahasiswa lain, Tessa, mengatakan bahwa ia merasa malu sebagai anggota komunitas universitas. “Ini benar-benar mengecewakan. Ia menggunakan AI untuk mencuri dan mendistorsi gambar pribadi. Kita harus menggunakan media sosial dengan bijak, bukan untuk eksploitasi.”
Kasus ini muncul di tengah meningkatnya jumlah kejahatan terkait deepfake di Indonesia. Minggu lalu, Kepolisian Jawa Timur mengungkap kampanye video AI palsu di mana penipu mengubah video tiga gubernur Jawa Khofifah Indar Parawansa (Jawa Timur), Ahmad Lutfie (Jawa Tengah), dan Dedi Mulyadi (Jawa Barat) untuk mempromosikan penjualan sepeda motor palsu di TikTok. Video tersebut secara keliru menjanjikan sepeda motor hanya seharga Rp 500.000 ($30), tanpa pembayaran tunai saat pengiriman atau dokumentasi yang diperlukan.
Tiga tersangka dari Kabupaten Pangandaran di Jawa Barat diidentifikasi sebagai HMP, 32; UP, 24; dan AH, 34 ditangkap karena peran mereka dalam penipuan itu.
Dalam kasus nasional yang terpisah, polisi minggu lalu menyerahkan dua tersangka, JS dan AMA, kepada jaksa setelah mereka diduga menggunakan konten deepfake yang dibuat AI untuk menyamar sebagai Presiden Prabowo Subianto dan pejabat senior lainnya. Pasangan ini dilaporkan meluncurkan kampanye pendaftaran bantuan palsu di media sosial, yang didukung secara keliru oleh versi kloning AI dari tokoh masyarakat.