Jurnalnetizen.com – Presiden Prabowo Subianto telah berjanji untuk mereformasi sistem peradilan Indonesia menyusul serangkaian kasus korupsi besar yang melibatkan hakim dan pejabat penegak hukum, termasuk penangkapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.
Hakim tersebut baru-baru ini ditahan karena diduga mengatur skema suap bernilai jutaan rupiah terkait dengan pembebasan kontroversial dalam kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO). Kasus tersebut berpusat pada pelanggaran larangan ekspor CPO tahun 2022 selama kekurangan minyak goreng dalam negeri, yang melibatkan pemain korporat besar seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan kepada wartawan di DPR pada hari Kamis bahwa Prabowo telah lama menganggap sistem penegakan hukum Indonesia sebagai titik lemah struktural, yang sering dieksploitasi untuk keuntungan pribadi.
“Ini telah menjadi perhatian konsisten bagi Presiden Prabowo. Sistem penegakan hukum kita terus menjadi masalah yang berulang,” kata Muzani. “Beliau ingin menata kembali pembangunan hukum agar aparat penegak hukum kita adalah orang-orang yang benar-benar berintegritas dan memiliki komitmen dalam mengabdi kepada bangsa.”
Sebagai bagian dari inisiatif reformasi yang lebih luas, Prabowo berencana untuk merombak kerangka hukum nasional guna mendorong munculnya hakim dan aparat penegak hukum dengan standar etika yang kuat. Presiden juga mencari masukan dari masyarakat sipil, pakar hukum, dan anggota parlemen untuk merumuskan strategi komprehensif yang bertujuan untuk memperkuat supremasi hukum.
“Prabowo terus menyambut masukan dari mereka yang memiliki visi yang sama untuk membangun sistem hukum yang lebih baik,” kata Muzani.
Menanggapi skandal tersebut, Mahkamah Agung pada hari Senin mengumumkan pembentukan satuan tugas khusus untuk mengevaluasi kinerja hakim di seluruh Jakarta. Menurut juru bicara pengadilan Yanto, badan pengawas akan mempelopori inisiatif tersebut dan melakukan tinjauan menyeluruh terhadap perilaku peradilan.
Dalam upaya meningkatkan transparansi dan mengurangi korupsi, pengadilan juga berencana menerapkan sistem “seleksi robotik” melalui aplikasi elektronik. Sistem ini akan menugaskan hakim untuk menangani kasus secara acak, yang secara efektif menghilangkan peluang terjadinya kolusi antara terdakwa dan panel pengadilan.
Jaksa menduga bahwa Hakim Arif, meskipun bukan anggota panel pengadilan dalam kasus CPO, memainkan peran kunci dalam mengoordinasikan skema penyuapan. Ia dilaporkan meminta Rp 60 miliar ($3,8 juta), tiga kali lipat dari tawaran awal pembela, sebagai imbalan atas pembebasannya. Tiga hakim lain yang memimpin persidangan Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto juga telah ditetapkan sebagai tersangka, bersama dengan seorang panitera pengadilan dan dua pengacara pembela.
Pada Oktober tahun lalu, ribuan hakim melancarkan aksi mogok kerja karena upah yang stagnan di tengah meningkatnya biaya hidup. Anggota kelompok Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) memohon kepada anggota DPR agar menaikkan gaji hakim, dengan alasan pendapatan bulanan mereka saat ini sebesar Rp 12 juta tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.