Jurnalnetizen.com – Indonesia mengungkapkan pada hari Kamis bahwa seorang investor China tertarik dengan rencana gasifikasi batu bara Indonesia dalam kesepakatan yang berpotensi bernilai sekitar $1,2 miliar.
Gasifikasi batu bara adalah proses mengubah batu hitam yang mudah terbakar menjadi gas sintetis seperti dimetil eter (DME). Produksi DME dalam negeri dapat membantu Indonesia mengurangi ketergantungannya pada gas minyak cair (LPG), sehingga membuat harga energi lebih terjangkau bagi masyarakatnya. Gasifikasi batu bara telah lama menjadi keinginan pemerintah, tetapi kemajuannya kurang menggembirakan setelah perusahaan gas Amerika, Air Products, hengkang. Upaya kini sedang dilakukan untuk menghidupkan kembali ambisi tersebut.
Kementerian Energi baru-baru ini menyerahkan studi pra-kelayakan puluhan proyek pengembangan sektor hilir Indonesia kepada Dana Investasi Negara (Danantara). Dokumen-dokumen ini akan membantu Danantara memutuskan apakah mereka akan membiayai proyek-proyek tersebut. Beberapa di antaranya terkait dengan gasifikasi batu bara dan nilainya mencapai Rp 164 triliun ($9,9 miliar).
Tri Winarno, pejabat senior di Kementerian Energi, mengatakan bahwa sebuah perusahaan China telah muncul sebagai mitra potensial dalam program DME. Ia juga melaporkan bahwa tingkat pengembalian internal (IRR) perusahaan telah melampaui 15 persen. Semakin tinggi IRR, semakin menarik investasi tersebut. Namun, pemerintah menolak untuk mengungkapkan detailnya.
“Saya tidak bisa mengungkapkan nama perusahaan [China] ini. Nanti akan diketahui setelah kami mengerjakan detailnya,” ujar Tri di Festival Energi dan Mineral 2025 di Jakarta.
Menurut Tri, pemerintah Indonesia akan “sangat diuntungkan dari skema ini” karena dananya berasal dari investor asing. Pemerintah juga tidak perlu menanggung risikonya. Perusahaan China ini kemungkinan akan bermitra dengan perusahaan swasta Indonesia, meskipun Tri juga memilih untuk merahasiakannya.
Bukit Asam, perusahaan tambang batu bara di bawah naungan perusahaan tambang milik negara MIND ID, telah mengupayakan proyek DME. Bukit Asam, yang juga dikenal dengan kode saham PTBA, sayangnya menghadapi beberapa kendala ketika mitra asingnya, Air Products, menarik diri dan memilih berinvestasi di AS karena keringanan pajak yang ditawarkan Washington. Laporan media menunjukkan bahwa PTBA telah melakukan pembicaraan dengan beberapa perusahaan China dengan harapan perusahaan China tersebut akan menggantikan Air Products.
“[Investor China] tidak harus bermitra dengan PTBA atau badan usaha milik negara,” kata Tri.
“PTBA mungkin lebih maju [dalam hal pengembangan DME] karena mereka telah melakukan studi komprehensif [mengenai gasifikasi batu bara]. Namun, kita harus mengevaluasi aspek ekonominya,” ujarnya.
Jika investor misterius China ini melanjutkan rencananya, Beijing kemungkinan akan mempertahankan dominasinya dalam investasi langsung asing (FDI) Indonesia. Menurut statistik resmi yang dirilis Selasa, China berinvestasi sebesar $3,6 miliar antara Januari dan Juni 2025, di belakang Hong Kong ($4,6 miliar). Hong Kong dan China berada di 3 teratas, dengan tetangga dekatnya, Singapura, memimpin dengan $8,8 miliar.