Jurnalnetizen.com – Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) bekerja sama dengan sejumlah lembaga negara yang memiliki kemampuan pengawasan siber untuk melindungi warga negara dari sindikat perdagangan manusia.
Lembaga-lembaga tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Digital, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), kata Menteri P2MI Abdul Kadir Karding.
Saat diwawancarai media di Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara, Sabtu, ia menyampaikan bahwa kementeriannya telah berkoordinasi dengan lembaga-lembaga tersebut untuk menyaring konten digital yang terkait dengan iklan penempatan pekerja migran ilegal di platform media sosial.
“Dengan kerja sama ini, kami berupaya mengidentifikasi informasi palsu dan konten promosi yang berbahaya,” katanya.
Ia menambahkan, Kementerian P2MI tengah menindak tegas jaringan yang terlibat dalam pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri melalui jalur ilegal.
“Baru-baru ini kami telah memulangkan 546 tenaga kerja migran Indonesia dari Myanmar, 137 di antaranya berasal dari daerah-daerah di Sumatera Utara, termasuk Binjai,” katanya.
Menteri P2MI kemudian menekankan perlunya langkah-langkah komprehensif, seperti pengetatan kontrol di titik-titik keberangkatan, untuk mencegah lebih banyak lagi warga negara Indonesia menjadi korban operasi perdagangan manusia yang berkedok penempatan pekerja migran.
Ia meminta agar pemeriksaan yang lebih ketat di pelabuhan dan bandara dilakukan untuk mendeteksi orang-orang yang berencana bepergian ke luar negeri dengan bantuan sindikat perdagangan manusia, yang sering kali menggunakan visa turis.
Selain itu, Karding menggarisbawahi pentingnya mengambil pendekatan edukatif dan meningkatkan kesadaran publik untuk mengatasi pekerjaan ilegal di luar negeri.
Untuk mencapai tujuan itu, Kementerian P2MI telah bekerja sama dengan banyak mitra untuk menyebarluaskan informasi penting tentang prosedur hukum untuk menjadi pekerja migran, katanya.
Upaya sosialisasi ini, imbuhnya, terutama difokuskan pada daerah-daerah yang teridentifikasi sebagai penyumbang utama pekerja migran, seperti provinsi Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat.