Jurnalnetizen.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup lebih dari 1.800 lembaga keuangan ilegal, termasuk pinjaman daring ilegal dan skema investasi bodong, sebagai bagian dari upaya penindakan nasional terhadap kejahatan keuangan.
Penindakan ini dilakukan melalui Satuan Tugas Pemberantasan Kegiatan Keuangan Bodong, yang terdiri dari lembaga penegak hukum, kementerian, dan regulator seperti kepolisian, kejaksaan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Komunikasi dan Digital, dan Kementerian Perdagangan.
“Kami telah menutup lebih dari 1.800 lembaga keuangan ilegal, mulai dari platform pinjaman daring ilegal hingga penawaran investasi bodong yang telah menimbulkan kerugian yang meluas,” kata Friderica Widyasari Dewi, Kepala Biro Pengawasan Perilaku Berusaha, Edukasi Konsumen, dan Perlindungan OJK, pada hari Selasa.
Otoritas Hukum untuk Tindakan Lebih Tegas
Friderica menjelaskan bahwa tindakan keras ini didukung oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang memberikan OJK kewenangan penuh untuk menindak operator ilegal.
“Sekarang hukumnya sudah jelas. Pelaku dapat menghadapi hukuman penjara lima hingga sepuluh tahun dan denda mulai dari Rp1 miliar hingga Rp1 triliun ($61.000-$61 juta),” ujarnya.
Ia juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, yang dirancang untuk menyesuaikan regulasi keuangan dengan era digital — di mana penipuan dan penipuan daring semakin marak.
Meskipun digitalisasi telah memperluas akses ke layanan keuangan, hal itu juga membuka pintu bagi penipuan yang canggih. “Penipu tidak hanya menargetkan mereka yang kurang berpendidikan. Siapa pun bisa menjadi korban jika mereka lengah,” Friderica memperingatkan.
Kerugian Akibat Penipuan Meningkat
Kerugian akibat penipuan dan aktivitas keuangan ilegal telah melonjak tajam, mencapai Rp 4,6 triliun ($283 juta) sejak peluncuran Indonesia Anti-Scam Center (IASC) pada November 2024. Sebelum pembentukan pusat ini, studi selama periode 1,5 tahun memperkirakan kerugian sekitar Rp 2 triliun.
IASC, yang memproses 700–800 laporan penipuan setiap hari, telah menerima 225.281 laporan sejauh ini dan memblokir 72.145 dari 359.733 akun yang ditandai. Sebagai perbandingan, Singapura mencatat 140–150 laporan penipuan per hari, Hong Kong 124, dan Malaysia 130.
Pada 4 Agustus, OJK melaporkan pemblokiran 66.271 rekening terkait penipuan dan pembekuan dana ilegal senilai Rp 348,3 miliar ($21,4 juta).
Penipu sering kali mengeksploitasi rekening bank, akun virtual, platform e-commerce, dompet digital, dan mata uang kripto untuk menguras dana, sehingga membuat deteksi dan penegakan hukum semakin kompleks.
Friderica menekankan bahwa pemberantasan kejahatan keuangan tidak hanya membutuhkan penegakan hukum, tetapi juga partisipasi publik dan literasi keuangan. Ia menghimbau konsumen untuk secara aktif melaporkan penipuan dan menghimbau bank, perusahaan fintech, dan pelaku pasar modal untuk mengambil peran yang lebih kuat dalam perlindungan konsumen dan membangun kepercayaan.
“OJK akan terus memperkuat pengawasan untuk memastikan perlindungan publik. Kami mendorong lebih banyak masyarakat untuk melaporkan penipuan agar upaya kami dapat lebih efektif,” ujar Friderica.