Jurnalnetizen.com – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan rencana Apple membangun pabrik AirTag di Batam akan kembali dilanjutkan di tengah penerapan tarif resiprokal.
“Akan terus berlanjut,” kata Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi Nurul Ichwan, Rabu.
Ia mengungkapkan raksasa teknologi AS itu telah membeli lahan untuk pabrik di Batam dan menyatakan keseriusannya untuk berinvestasi di Indonesia.
“Perusahaan itu sudah membeli lahan. Tidak mungkin tidak berinvestasi,” kata Ichwan.
Namun, ia menilai penerapan kebijakan tarif resiprokal akan memengaruhi kinerja perusahaan AS.
Oleh karena itu, Ichwan menegaskan perusahaan-perusahaan itu harus memperkuat pasar dan produksi di negara lain untuk meningkatkan daya saing.
“Perusahaan akan kehilangan nilai global produknya jika membangun pabrik di AS tetapi memasarkan produknya di negara lain juga,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk menyelesaikan perundingan tarif bea masuk timbal balik dalam waktu 60 hari.
“Kami sepakat untuk menyelesaikan perundingan ini dalam waktu 60 hari,” ujarnya dalam konferensi pers bertajuk “Perkembangan Terkini Perundingan dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat” di Washington, D.C., pada 18 April lalu.
Dalam perundingan yang tengah berlangsung, kedua negara menyepakati kerangka acuan dan ruang lingkup pembahasan, yang meliputi kerja sama di bidang perdagangan dan investasi, mineral penting, serta keandalan atau ketahanan rantai pasok.
Menurut Menko Perekonomian, hasil pertemuan tersebut akan ditindaklanjuti dengan berbagai pertemuan yang berlangsung satu hingga tiga putaran.
“Kami berharap dalam waktu 60 hari, kerangka tersebut dapat diwujudkan dalam kesepakatan yang disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat,” kata Menko Perekonomian.
Ia menjelaskan bahwa batas waktu 60 hari akan dikhususkan untuk menyelesaikan pembahasan berbagai isu, sedangkan 30 hari berikutnya (dalam jeda 90 hari) akan difokuskan pada penerapan perjanjian.