Jurnalnetizen.com – Industri tekstil Indonesia menghadapi potensi PHK karena tarif impor AS yang semakin meningkat menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya PHK di sektor padat karya.
Presiden AS Donald Trump akan menerapkan tarif impor baru mulai 1 Agustus 2025, termasuk tarif sebesar 32 persen untuk produk Indonesia, di samping tarif dasar 10 persen yang sudah ada.
Benny Soetrisno, Ketua Umum Gabungan Eksportir Indonesia (GPEI), mengatakan tarif AS yang tinggi dapat menekan permintaan ekspor Indonesia, yang berpotensi menyebabkan hilangnya lapangan kerja di industri yang sangat bergantung pada pasar Amerika.
“Amerika tidak memiliki industri padat karya karena biaya tenaga kerjanya terlalu tinggi. Pakaian jadi, sepatu olahraga, komponen elektronik, furnitur, dan kerajinan dari Indonesia semuanya dapat terkena tarif,” ujar Benny dalam acara Investor Market Today di Berita Satu pada hari Rabu.
Pakaian jadi merupakan salah satu barang ekspor terbesar Indonesia ke AS, dengan nilai mencapai $1,27 miliar antara Januari dan Mei 2025, menurut Berita Satu Research. Ekspor utama lainnya meliputi sepatu olahraga, minyak sawit, pakaian rajut, dan alas kaki.
Secara keseluruhan, ekspor Indonesia mencapai $111,98 miliar selama lima bulan pertama tahun 2025, dengan Tiongkok sebagai tujuan utama dengan nilai $24,25 miliar, diikuti oleh AS dengan nilai $12,11 miliar.
Benny memperingatkan bahwa rencana tarif AS tersebut merupakan ancaman serius bagi sektor padat karya di Indonesia. Permintaan yang lebih lambat dari AS akibat bea masuk yang lebih tinggi dapat memaksa produsen Indonesia untuk mengurangi operasi, yang memicu PHK.
“Kita tentu tidak ingin melihat PHK massal,” kata Benny, seraya menambahkan bahwa ia berharap pemerintah akan memberikan langkah-langkah dukungan serupa seperti yang dilakukan selama pandemi COVID-19 untuk meredam dampaknya.
Setidaknya 70.000 pekerja di Indonesia kehilangan pekerjaan antara Januari dan April 2025, menurut Partai Buruh dan koalisi serikat pekerja, hampir menyamai peningkatan pengangguran sebanyak 80.000 yang tercatat antara Februari 2024 dan Februari 2025. Namun, data pemerintah menunjukkan 24.000 PHK hingga Mei 2025.