Jurnalnetizen.com – Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin mengapresiasi tindakan tegas yang dilakukan kementerian dalam menyikapi persoalan pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurutnya, keputusan Kementerian ESDM yang menghentikan sementara izin pertambangan di Pulau Gag dan melakukan inspeksi lapangan secara menyeluruh menunjukkan sikap yang relevan dengan tata kelola sumber daya nasional.
“Ini menunjukkan keberanian negara dalam melindungi lingkungan hidup dan masyarakat adat. Dan ketika Kementerian Lingkungan Hidup menjatuhkan sanksi kepada empat perusahaan tambang, kita melihat sinyal kuat bahwa tidak ada toleransi terhadap pelanggaran di sektor pertambangan,” kata Mukhtarudin dalam keterangannya, Minggu.
Pada Sabtu (7/6), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meninjau lokasi pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, menyusul protes warga sekitar yang khawatir dengan dampak tambang tersebut.
Kementerian juga telah mengirimkan tim inspektur tambang ke sejumlah wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Raja Ampat dan melakukan evaluasi menyeluruh untuk memberikan rekomendasi kepada menteri dalam rangka keputusan akhir.
Mukhtarudin menilai langkah yang dilakukan kedua kementerian tersebut telah menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945, di mana pengelolaan sumber daya alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk merusak tatanan sosial dan lingkungan masyarakat setempat.
Ia juga mendorong agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh tambang yang berada di kawasan konservasi.
Menurut data Kementerian ESDM, tercatat ada lima perusahaan yang menjadi operator tambang di Raja Ampat, yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham.
Namun, sebelum penghentian sementara yang dikeluarkan Menteri Lahadalia pada 5 Juni lalu, PT Gag Nikel merupakan satu-satunya perusahaan yang aktif menambang di kabupaten tersebut.
Anak usaha milik negara Antam itu telah beroperasi sejak 2018 di lahan seluas 13.136 hektare dan telah mengantongi izin lingkungan sejak tahun sebelumnya.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan lingkungan hidup, antara lain tidak memenuhi izin pemanfaatan lahan, buruknya pengelolaan limbah, dan ancaman terhadap ekosistem kawasan konservasi.
Pemerintah tidak akan menoleransi kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan hidup, khususnya di kawasan konservasi dan pulau-pulau kecil yang memiliki nilai strategis bagi generasi mendatang, tegas Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.