Jurnalnetizen.com – Operator kereta api negara, Kereta Api Indonesia (KAI), telah mengakui bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, yang dikenal sebagai Whoosh, menghadapi tekanan finansial yang semakin besar yang digambarkan oleh pimpinannya sebagai potensi “bom waktu”.
Proyek ini dikelola oleh Kereta Cepat Indonesia–Tiongkok (KCIC), sebuah perusahaan patungan yang dianggap sebagai inisiatif unggulan mantan presiden Joko Widodo sebagai kereta cepat pertama di Asia Tenggara.
Berbicara dalam rapat dengar pendapat DPR dengan Komisi VI pada hari Rabu, Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin mengatakan bahwa ia baru saja mengetahui besarnya masalah keuangan dan operasional di KAI dan KCIC setelah menjabat.
“Kami yakin dalam seminggu, kami dapat sepenuhnya memahami tantangan di dalam KAI. Kami juga sedang mempelajari permasalahan KCIC, yang, seperti yang telah dikatakan, memang menyerupai bom waktu,” kata Bobby kepada anggota DPR.
KCIC 60 persen sahamnya dimiliki oleh Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sebuah konsorsium empat perusahaan milik negara, sementara 40 persen sisanya dipegang oleh lima perusahaan Tiongkok. Di dalam PSBI, KAI memegang saham terbesar, yaitu 58,53 persen, sehingga menjadi penanggung kerugian terbesar.
Meningkatnya Biaya dan Utang
Meskipun layanan Whoosh telah menarik perhatian publik yang signifikan sebagai kereta cepat pertama di Indonesia sejak dibuka untuk umum pada Oktober 2023, pertumbuhan jumlah penumpang dan pendapatan tiket belum mampu mengimbangi tingginya biaya operasional dan pembiayaan proyek tersebut.
KCIC melaporkan kerugian sebesar Rp 1,6 triliun ($100 juta) pada paruh pertama tahun 2025, di mana KAI harus menanggung kerugian sebesar Rp 951,48 miliar. Angka tersebut merupakan peningkatan dari kerugian sebesar Rp 2,4 triliun pada periode yang sama tahun 2024.
Sepanjang tahun 2024, total kerugian PSBI mencapai Rp 4,2 triliun, dengan KAI menyerap Rp 2,23 triliun. Sisanya ditanggung oleh BUMN lain seperti Wijaya Karya, Jasa Marga, dan Perkebunan Nusantara VIII.
Bobby mengatakan KAI akan berkoordinasi dengan Danantara dana kekayaan negara Indonesia untuk mencari solusi atas kesulitan keuangan KCIC.
Proyek Whoosh, yang diluncurkan pada tahun 2016, sebagian besar dibiayai melalui pinjaman dari Bank Pembangunan Tiongkok. Anggarannya telah membengkak menjadi $7,2 miliar, jauh di atas perkiraan awal, karena pembengkakan biaya yang berulang.
Konsorsium Tiongkok di KCIC meliputi China Railway International Co. Ltd., China Railway Group Ltd., Sinohydro Corporation Ltd., CRRC Corp Ltd., dan China Railway Signal and Communication Corp.