Jurnalnetizen.com – Keluarga AN (16) korban kekerasan seksual yang terjadi pada 5 Februari 2025 menolak keras upaya perdamaian yang diduga dipaksakan oleh pihak kepolisian.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polrestabes Makassar pada 6 Februari 2025 (LP/B/219/II/2025/SPKT/POLRESTABES MAKASSAR/POLDA SULAWESI SELATAN) ini ditandai dengan dugaan intervensi Kanit PPA Polrestabes Makassar.
Dalam keterangan persnya di UPT PPA Makassar (11/2/2025), Keluarga korban menyampaikan kronologi kejadian pasca pemanggilannya oleh Kanit PPA Polrestabes Makassar.
Linda tante korban, menyatakan bahwa Kanit PPA Polrestabes Makassar menyampaikan kepada kami untuk meminta uang kepada pelaku sebesar 10 juta rupiah.
Kata Linda, Kanit PPA Polrestabes Makassar juga menyatakan bahwa setelah uang itu ada dari pelaku nanti diserahkan korban 5 juta dan 5 Juta lagi ke Kanit PPA Polrestabes Makassar.
“Pasti Butuhki To Pembeli Baju Lebaran (pasti butuh untuk beli baju lebaran),” ujar Linda menirukan perkataan Kanit PPA dengan nada kesal.
Linda juga melaporkan pengusiran pendamping dari UPTD PPA Kota Makassar oleh penyidik dan Kanit PPA Polrestabes Makassar.
“Kami keluarga korban mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku, termasuk penyidik dan kanit PPA Polrestabes Makassar,” tegas Linda.
Ketua Tim Respon Cepat (TRC) Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar, Makmur, dalam konfrensi pers di kantor UPT. PPA Kota Makassar Selasa ,(11/3/25), mengecam keras tindakan Kanit PPA Polrestabes Makassar.
Kanit PPA diduga memaksakan perdamaian dalam kasus kekerasan seksual dan mengarahkan korban untuk meminta uang kepada pelaku.
Dalam kasus ini, UPTD PPA Kota Makassar, menyatakan sikap secara tegas untuk tidak lagi mentolerir upaya perdamaian dalam kasus kekerasan seksual, mengingat hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 2022, Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Informasi yang diperoleh UPTD PPA Kota Makassar dari pendamping yang diturunkan, menyebutkan adanya dugaan perintah dari Kanit PPA Polrestabes Makassar kepada korban untuk meminta uang damai sebesar 10 juta rupiah kepada Pelaku, Namun ditolak oleh keluarga sementara merupakan langkah yang tepat, ungkap Makmur.
Tindakan Kanit PPA tersebut dinilai sangat tidak profesional dan melanggar etika sebagai aparat penegak hukum.
UPTD PPA menganggap perilaku oknum Kanit PPA Polrestabes Makassar ini sangat memprihatinkan dan meminta agar kasus ini diselidiki secara tuntas.
Lebih lanjut, Makmur juga menyayangkan tindakan Kanit PPA yang memerintahkan petugas pendamping korban dari UPTD PPA Kota Makassar untuk meninggalkan lokasi.
Perilaku ini dinilai sebagai penghalangan bagi upaya pendampingan korban dan merupakan pelanggaran serius.
Makmur, menyatakan bertanggung jawab atas pemberitaan ini dan berharap agar Kapolrestabes Makassar dan Polda Sulsel segera memeriksa oknum Kanit PPA tersebut.
Terkait banyaknya kasus kekerasan seksual yang mandek atau telah didamaikan di Polrestabes Makassar, UPTD PPA akan mengambil langkah-langkah hukum lebih lanjut.
Jika Kapolrestabes Makassar tidak menindaklanjuti laporan ini, UPTD PPA akan melaporkan kasus ini ke Propam Polda Sulsel.
UPTD PPA berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan bagi korban kekerasan seksual dan memastikan bahwa pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku, tanpa pengecualian.