Jurnalnetizen.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan izin uji klinis tahap 3 vaksin tuberkulosis (TB) M72 di Indonesia untuk mengetahui efikasinya.
Kepala BPOM Taruna Ikrar, Kamis, mengatakan uji klinis vaksin TB ini memberikan manfaat yang signifikan bagi Indonesia, termasuk strategi baru dalam penanggulangan TB. Ia mencatat Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan jumlah penderita TB terbanyak setelah India.
Ia mengatakan, saat ini pengobatan TB melibatkan beberapa obat, yaitu isoniazid, rifampisin, dan etambutol.
“Kombinasi ketiga obat ini, karena penggunaannya dalam jangka panjang, menyebabkan resistensi yang sulit disembuhkan,” ujarnya.
Sementara itu, Ikrar menegaskan vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG) yang ada saat ini dinilai kurang efektif dalam menanggulangi penyakit tersebut.
“Oleh karena itu, penemuan teknologi baru ini, dengan hasil yang baru, diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat kita,” tegasnya.
Selain itu, keikutsertaan dalam uji klinis vaksin TBC M72 dapat mengurangi impor bahan baku obat karena negara peserta dapat memperoleh hak kekayaan intelektual untuk memproduksi vaksin di dalam negeri, ungkapnya.
Ia melaporkan, sekitar dua ribu orang Indonesia mengikuti uji klinis fase 3 ini, dengan total peserta global sebanyak 20 ribu orang.
“Kedua ribu sampel tersebut akan di-double blinded, artinya mereka bisa menerima vaksin atau hanya pembawanya saja,” jelas Ikrar.
“Proses produksi setelah hasil uji akan melibatkan Biofarma. Biofarma dan BPOM akan melakukan pengawasan terhadap good manufacturing practices,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Direktur Utama Biofarma Shadiq Akasya menyambut baik uji klinis fase 3 vaksin TBC tersebut dan berharap agar hasilnya dapat berjalan dengan baik tanpa hambatan.
Ia juga optimistis dukungan dari Gates Foundation dan BPOM terus berlanjut untuk memungkinkan produksi vaksin dalam negeri.
Sementara itu, Senior CMC Advisor Vaccine Development Gates Foundation Rasayam Prasad menyatakan bahwa pengembangan vaksin tidak hanya bertujuan untuk menyelamatkan nyawa tetapi juga untuk meningkatkan aksesibilitas vaksin.
“Ke depannya, kami berharap dapat mengembangkan vaksin lain, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai pusat penyediaan vaksin global untuk penyakit seperti tuberkulosis, campak, rubella, pneumonia, rotavirus, dan tentu saja polio,” imbuh Prasad.