Jurnalnetizen.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa jamu bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan simbol masa depan sektor kesehatan Indonesia.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetika BPOM menyatakan bahwa jamu merupakan kearifan lokal yang didukung oleh penelitian dan bukti ilmiah yang kuat.
“Jamu bukan sekadar campuran rempah-rempah. Jamu merupakan warisan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Saat ini, semakin banyak jurnal ilmiah yang menyoroti potensi besarnya sebagai obat tradisional,” kata Kashuri dalam acara virtual merayakan Hari Jamu Nasional pada Minggu.
Menurutnya, mengangkat jamu dari sekadar bahan penelitian menjadi produk nyata yang berdaya saing dan dapat diaplikasikan di dunia nyata sangatlah penting.
Oleh karena itu, ia juga menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor yang melibatkan Perhimpunan Dokter Pengembangan Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), tenaga medis, akademisi, dan pemangku kepentingan industri.
Kolaborasi tersebut, katanya, menjadi kunci untuk menjembatani ilmu kedokteran modern dengan kekayaan sumber daya alam Indonesia.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa BPOM tetap berkomitmen untuk mempercepat uji klinis jamu melalui kebijakan yang lebih baik.
“Kami tidak hanya mengawasi, tetapi juga membantu memastikan uji klinis dilakukan sesuai standar yang tepat. Banyak produk yang gagal mencapai pasar karena uji klinisnya tidak memenuhi persyaratan prosedur,” jelasnya.
Kashuri menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 telah membuka jalan bagi jamu untuk diintegrasikan ke dalam sistem perawatan kesehatan nasional.
Ia menambahkan bahwa BPOM juga mendorong dimasukkannya obat tradisional dalam kurikulum pendidikan, sehingga generasi muda dapat lebih memahami potensi dan aplikasinya.
“Mari kita jadikan jamu sebagai salah satu simbol diplomasi kesehatan Indonesia di panggung global,” kata Kashuri.