Jurnalnetizen.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari Kamis mendesak perusahaan tekstil Sri Rejeki Isman (Sritex) yang bangkrut untuk secara resmi menghapus pencatatan dari bursa, dengan alasan suspensi saham yang berkepanjangan dan masalah hukum dan keuangan yang sedang berlangsung.
Sritex (SRIL) dinyatakan bangkrut pada Oktober 2024, dan mantan CEO-nya, Iwan Setiawan Lukminto, ditangkap awal minggu ini karena diduga menggelapkan pinjaman bank negara.
Seorang kurator yang ditunjuk pengadilan saat ini mengelola urusan perusahaan setelah putusan Mahkamah Agung yang menguatkan keputusan pailit tersebut.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan perusahaan tersebut memenuhi kriteria untuk dihapuskan dari pencatatan.
“Dengan adanya putusan pailit tersebut dan penghentian sementara saham SRIL selama lebih dari dua tahun, maka persyaratan delisting telah terpenuhi,” kata Nyoman, Kamis.
Ia menambahkan bahwa BEI telah secara resmi meminta kurator untuk memulai proses delisting dan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menuntaskan langkah tersebut.
Dampak Hukum dan Penutupan
Pada hari Rabu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penangkapan Iwan bersama dengan dua bankir senior dari Bank DKI dan Bank Jawa Barat dan Banten (BJB). Ketiganya menghadapi dakwaan terkait penggelapan Rp 692 miliar ($42,3 juta) dalam pinjaman yang disalurkan ke Sritex.
Kejagung menuduh Iwan menggunakan dana tersebut untuk pengeluaran pribadi, bahkan ketika perusahaan berjuang untuk membayar utang senilai total Rp 3,6 triliun ($220 juta) yang terutang kepada berbagai bank milik negara.
Sritex yang pernah menjadi pemain terkemuka di industri tekstil Indonesia, yang berbasis di Jawa Tengah secara resmi menghentikan operasinya pada Maret 2025, memberhentikan lebih dari 11.000 pekerja dan menandai berakhirnya hampir enam dekade bisnis.