Jurnalnetizen.com – Stimulus ekonomi yang baru diumumkan Indonesia gagal menjangkau kelas menengahnya karena kebijakan tersebut terutama menargetkan rumah tangga berpenghasilan rendah, menurut seorang analis.
Pemerintah baru-baru ini meluncurkan lima paket stimulus yang ditujukan untuk mempertahankan pertumbuhan nasional mendekati 5 persen pada kuartal kedua. Pemerintah bahkan menyisihkan Rp 24,4 triliun (hampir $1,5 miliar) untuk stimulus ini, sebagian dari uang tersebut digunakan untuk membagikan beras dan bantuan makanan pokok tambahan senilai Rp 200.000 kepada keluarga-keluarga yang membutuhkan.
Pemerintah juga akan menggulirkan bantuan keuangan bulanan sebesar Rp 300.000 untuk 17,3 juta pekerja yang berpenghasilan kurang dari Rp 3,5 juta sebulan atau yang pendapatannya di bawah upah minimum provinsi. Namun, Esther Sri Astuti, ekonom senior di lembaga think-tank Indef, mengatakan bahwa sifat stimulus ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya berfokus pada rumah tangga berpenghasilan rendah, sehingga mengabaikan kelas menengah negara ini.
“Saya ragu paket-paket ini cukup efektif untuk mendongkrak daya beli masyarakat. … Lihat saja subsidi pendapatan. Apa yang bisa kita beli hanya dengan Rp 300.000? Bantuan sosial mungkin juga hanya cukup untuk rumah tangga berpendapatan rendah. Saya ragu kelas menengah dan atas tidak membutuhkannya,” kata Esther pada hari Senin.
Kebijakan ekonomi yang terlalu berpusat pada rumah tangga berpendapatan rendah dapat menyebabkan menyusutnya kelas menengah. Dengan kata lain, lebih banyak orang Indonesia yang mungkin jatuh ke dalam status berpendapatan rendah. Tren seperti itu juga telah terjadi selama lima tahun terakhir, menurut Esther. Dia berkata: “Pemerintah tidak boleh melupakan kelas menengah Indonesia.”
Selain stimulus yang disebutkan di atas, pemerintah juga menggulirkan diskon untuk jalan tol dan moda transportasi tertentu (misalnya, tiket pesawat dan kereta api). Pemerintah telah memperpanjang diskon 50 persen untuk premi asuransi kecelakaan kerja selama enam bulan.
Kelas menengah dan mereka yang mendekati status kelas menengah mewakili hampir 66,4 persen dari total populasi Indonesia pada tahun 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan. Kedua kelompok tersebut juga menyumbang hampir 81,5 persen dari pengeluaran rumah tangga negara ini.