Jurnalnetizen.com – Pemerintah sedang mempersiapkan penerapan sistem identifikasi investor tunggal (SID) untuk aset digital, sebuah reformasi yang dapat mengubah pasar kripto di Indonesia. Skema ini menjanjikan pengawasan yang lebih ketat dan meningkatkan kepercayaan investor, tetapi juga menimbulkan pertanyaan seputar keamanan data dan risiko sentralisasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyelesaikan kerangka kerja tersebut, yang akan memberikan identitas unik kepada setiap investor kripto di berbagai platform. Hasan Fawzi, Direktur Utama OJK untuk Teknologi Finansial dan Pengawasan Kripto, mengatakan reformasi ini akan memperketat tata kelola dan memperkuat kepercayaan investor. “Dengan SID, transaksi akan menjadi lebih transparan dan tidak akan ada risiko duplikasi identitas,” ujar Hasan di CFX Crypto Conference 2025 di Tabanan, Bali, Jumat.
OJK masih melakukan peninjauan detail sebelum implementasi. Dalam tahap persiapan, OJK akan melakukan “pembersihan data” dan pemeriksaan ulang “Know Your Customer” (KYC) untuk memastikan identitas setiap investor unik.
Setelah itu, OJK akan bekerja sama dengan pelaku industri untuk merancang sistem dan menunjuk operator. Pilihan yang tersedia mencakup pengelolaan SID kolektif di bawah pengawasan independen, atau pendelegasian melalui bursa kripto yang diamanatkan secara resmi. Perubahan ini akan menyelaraskan pengawasan kripto lebih erat dengan pasar modal Indonesia, di mana ID investor sudah menjadi standar.
Bagi industri yang telah lama terjerat kasus pencucian uang dan kejahatan siber, pengawasan semacam itu dapat membantu memperbaiki reputasinya. “Dengan SID, pengawasan dapat dilakukan lintas platform. Badan pemerintah dapat melacak dana dengan lebih mudah dan penegakan hukum dapat berjalan lebih cepat,” kata Thimotius Martis, kepala pemasaran di Pintu, sebuah bursa lokal.
Pada Juni 2025, Indonesia mencatat 15,9 juta investor kripto, naik 5,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya, menurut OJK. Namun, volume perdagangan merosot menjadi Rp 32,3 triliun ($2 miliar) pada bulan Juni dari Rp 49,6 triliun pada bulan sebelumnya, menggarisbawahi betapa volatilnya aktivitas tersebut. Total transaksi tahun ini telah mencapai Rp 224,1 triliun. Sebagai perbandingan, pasar modal Indonesia mencatat rekor 17 juta SID investor pada bulan Juli.
Para pelaku industri menyambut baik langkah ini. CEO Indodax, William Sutanto, mengatakan bahwa SID terpadu akan membawa regulasi kripto lebih dekat dengan standar pasar modal dan meningkatkan perlindungan investor. Bagi peserta jangka panjang, hal ini dapat mengurangi risiko sistemik dan menarik lebih banyak dana institusional, membantu memperdalam likuiditas dan memperlancar fluktuasi.
Namun, sentralisasi memiliki risiko tersendiri. Menggabungkan sistem SID dan KYC dapat menciptakan satu titik kegagalan. “Jika terjadi gangguan, seluruh pasar dapat terpengaruh,” Sutanto memperingatkan. Kebocoran data dapat dengan mudah mengikis kepercayaan yang ingin dibangun oleh regulator.
Di tempat lain, pemerintah sedang mengupayakan langkah serupa. Regulasi Pasar Aset Kripto (MiCA) Uni Eropa, yang akan berlaku pada tahun 2025, akan memberlakukan aturan verifikasi dan pengungkapan pelanggan yang lebih ketat. Singapura telah memberlakukan persyaratan perizinan yang ketat bagi bursa dan telah melarang perdagangan leverage ritel.
Beberapa pihak berharap inisiatif ini akan berlanjut. CMO Tokocrypto, Wan Iqbal, telah menyerukan agar sistem SID diperluas melampaui sektor kripto ke perbankan dan sektor keuangan lainnya. Identitas lintas sektor akan mempercepat proses onboarding dan mengurangi hambatan lintas kelas aset, sehingga kripto dapat lebih erat terhubung ke dalam sistem keuangan nasional.