Jurnalnetizen.com – Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan perubahan strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan yang diharapkan dapat terus berkurang di seluruh wilayah Indonesia.
“Kita telah mengalihkan fokus APBN ke pembangunan manusia, sementara proyek infrastruktur terus berlanjut dengan keterlibatan sektor swasta yang lebih besar, yang secara keseluruhan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata juru bicara Kantor Komunikasi Presiden (KSP) Dedek Prayudi dalam siaran persnya, Senin.
Pernyataan tersebut ia sampaikan menanggapi rilis terbaru Bank Dunia tentang garis kemiskinan global berdasarkan paritas daya beli (PPP) pada tahun 2021.
Dalam rilis tersebut, 5,4 persen penduduk Indonesia tergolong sangat miskin pada tahun 2024, sementara 19,9 persen dan 68,3 persen tergolong di bawah garis kemiskinan menengah ke bawah dan menengah ke atas.
Namun, PCO mengatakan bahwa meskipun angka-angka Bank Dunia dapat digunakan dalam analisis global, Indonesia terus menekankan bahwa tingkat kemiskinan nasional resmi yang diukur oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tetap menjadi rujukan yang paling relevan.
Kerangka pengukuran kemiskinan BPS dirancang untuk menginformasikan kebijakan yang terarah dan berbasis bukti yang menjawab kebutuhan khusus masyarakat Indonesia.
Selain itu, menurut BPS, perbedaan antara garis kemiskinan nasional dan internasional berasal dari tujuan yang berbeda: garis internasional berfungsi sebagai tolok ukur global, sedangkan garis nasional disesuaikan agar sesuai dengan relevansi kebijakan domestik.
Menurut BPS, tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 8,57 persen per September 2024. Angka tersebut dihitung menggunakan metodologi yang mencerminkan pola konsumsi lokal, variasi harga regional, dan realitas sosial ekonomi, katanya.
Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen pada transparansi, integritas data, dan penggunaan statistik berbasis negara untuk memandu strategi penanggulangan kemiskinannya.
Laporan tersebut memuji kolaborasi berkelanjutan Bank Dunia dan pengakuan bahwa garis kemiskinan nasional adalah alat yang paling tepat untuk diskusi kebijakan di masing-masing negara.
Dedek Prayudi juga menyoroti penerapan Indeks Deprivasi Multidimensi (MDI) yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan, UNICEF, dan Universitas Indonesia untuk memperkaya strategi penanggulangan kemiskinan.
MDI merupakan alat yang ampuh untuk mengungkap deprivasi tersembunyi dan mendorong investasi publik yang lebih cerdas dan inklusif, sebagaimana tercantum dalam dokumen Kementerian Keuangan tentang Kerangka Ekonomi Makro 2026 yang diserahkan kepada DPR pada bulan Mei 2025.
Prayudi mengatakan bahwa kemiskinan anak bukan hanya tentang pendapatan—melainkan juga menyangkut akses terhadap air bersih, gizi, pendidikan, dan kondisi hidup yang aman. “Ini bukan tentang memastikan angka-angka yang penting, ini tentang setiap orang, setiap anak memiliki alat untuk berkembang,” tambahnya.
Untuk itu, ia menggarisbawahi komitmen pemerintah terhadap penanggulangan kemiskinan jangka panjang melalui investasi besar-besaran dalam pendidikan, kesehatan, dan gizi, terutama melalui program-program unggulan seperti inisiatif Makanan Bergizi Gratis (MBG).
“Pendekatan ini menggarisbawahi keyakinan Presiden Prabowo (Subianto) bahwa penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan harus berakar pada pengembangan sumber daya manusia, bukan hanya bantuan jangka pendek,” tambahnya.