Jurnalnetizen.com – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan, berdasarkan putusan hukum dan asas kehati-hatian ekologis, pihaknya akan mengkaji ulang izin lingkungan bagi empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, kajian tersebut dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil.
Selain kajian, kata dia, KLH juga tengah melakukan upaya penegakan hukum terhadap dua perusahaan, yakni PT ASP dan PT MRP, yang kegiatan penambangan nikelnya telah merusak lingkungan di pulau-pulau kecil Raja Ampat.
Menurutnya, ditemukan beberapa perusahaan tambang nikel yang melakukan pelanggaran lingkungan yang serius.
Dia menyebutkan, PT ASP melakukan kegiatan penambangan di Pulau Manuran. Kementeriannya telah menyegel lokasi tersebut dan tengah memproses penegakan hukum dengan potensi sanksi pidana dan perdata.
“PT ASP terbukti melakukan kegiatan pertambangan tanpa pengelolaan lingkungan yang memadai, sehingga mengakibatkan pencemaran air laut dan kekeruhan di pesisir pantai,” ungkapnya.
Nurofiq menambahkan, hal serupa juga ditemukan pada kegiatan pertambangan PT KSM di Pulau Kawei dan PT MRP di Pulau Manyaifun.
PT KSM dilaporkan telah membuka lahan di luar izin pinjam pakai, sedangkan PT MRP hanya memiliki izin usaha pertambangan tetapi belum memiliki dokumen lingkungan. Kegiatan di lokasi pertambangan tersebut telah dihentikan oleh tim kementerian.
“Karena berada di pulau-pulau kecil dan kawasan lindung, akan sangat sulit bagi kami untuk memberikan izin lingkungan,” tuturnya.
Sementara itu, kegiatan pertambangan PT GAG Nikel di Pulau Gag telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi kementerian akan terus melakukan pengawasan terhadap perusahaan tersebut, imbuhnya.