Jurnalnetizen.com – Gubernur DKI Jakarta memperingatkan siswa yang merokok di sekolah atau tempat umum bisa kehilangan bantuan keuangan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus.
KJP Plus merupakan program bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memberikan tunjangan bulanan untuk membantu siswa kurang mampu membiayai pendidikan.
Gubernur Pramono mengatakan sanksi tersebut akan diformalkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok yang akan datang.
“Jika kedapatan merokok di sekolah atau tempat umum, siswa bisa kehilangan haknya untuk mendapatkan KJP Plus,” kata Pramono.
Rancangan peraturan tersebut menguraikan larangan merokok di 10 lokasi yang ditentukan, termasuk fasilitas kesehatan, sekolah dan lembaga pendidikan, tempat ibadah, taman bermain anak, transportasi umum, dan fasilitas olahraga.
Gubernur juga mengusulkan peraturan zonasi untuk penjualan rokok, yang akan melarang pedagang menjual tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah, tempat ibadah, taman bermain, dan fasilitas kesehatan.
Selain itu, iklan tembakau digital akan diawasi lebih ketat, dengan aturan baru untuk menegakkan hukuman atas pelanggaran melalui saluran daring.
“Kita harus segera mengatur promosi tembakau daring dan menerapkan hukuman digital untuk mengekang penyebaran iklan rokok kepada kaum muda,” kata Pramono.
Untuk mendukung penegakan hukum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mempersiapkan beberapa langkah, seperti membentuk satuan tugas khusus untuk memantau kawasan tanpa asap rokok, mengerahkan alat untuk mendeteksi nikotin di udara, dan membangun saluran pelaporan publik untuk pelanggaran.
Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi yang lebih besar untuk mempromosikan Jakarta yang ramah anak dan bebas asap rokok.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, jumlah perokok aktif di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya berusia antara 10 hingga 18 tahun.
Anak-anak dan remaja merupakan kelompok perokok yang paling cepat berkembang. Survei Tembakau Remaja Global (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi merokok di kalangan anak usia sekolah antara 13 dan 15 tahun meningkat dari 18,3 persen pada tahun 2016 menjadi 19,2 persen pada tahun 2019.
Data SKI 2023 juga mengungkapkan bahwa kelompok usia 15–19 tahun menyumbang proporsi perokok tertinggi yaitu 56,5 persen, diikuti oleh kelompok usia 10–14 tahun sebesar 18,4 persen.
Pemanfaatan rokok elektrik di kalangan remaja juga meningkat selama empat tahun terakhir. Menurut Survei Tembakau Dewasa Global (GATS) pada tahun 2021, prevalensi penggunaan rokok elektrik meningkat dari 0,3 persen pada tahun 2019 menjadi 3 persen pada tahun 2021.