Jurnalnetizen.com – Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengumumkan pada hari Kamis bahwa Indonesia akan kembali memberlakukan pembatasan jumlah kartu SIM yang didaftarkan per pengguna sebagai respons atas maraknya masalah panggilan spam.
Berbicara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Meutya mengatakan pemerintah tengah bersiap untuk menegakkan aturan yang membatasi setiap warga negara maksimal memiliki tiga kartu SIM per Kartu Tanda Penduduk (NIK).
“Kami akan kembali mengatur penggunaan kartu SIM, jadi kami mohon dukungan semua pihak,” kata Meutya.
Langkah ini diambil setelah sebuah studi oleh firma keamanan suara asal AS, Hiya, menemukan bahwa warga Indonesia menerima rata-rata 10 panggilan spam per bulan pada paruh pertama tahun 2024 jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, yang rata-ratanya di bawah lima panggilan per bulan.
Untuk menekan penyalahgunaan, Meutya menginstruksikan operator telekomunikasi untuk memperbarui basis data pengguna dan memastikan kepatuhan terhadap kebijakan tiga SIM per NIK.
“Operator harus melakukan verifikasi dan pemutakhiran data agar setiap NIK hanya terikat pada maksimal tiga kartu SIM,” katanya.
Selain pembatasan tersebut, Meutya mengimbau masyarakat untuk beralih ke teknologi SIM tertanam (e-SIM) yang menawarkan keamanan lebih baik melalui verifikasi biometrik.
“E-SIM lebih aman karena memerlukan data biometrik untuk memverifikasi bahwa pengguna SIM sesuai dengan NIK yang sah,” jelasnya.
Meutya juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap jumlah kartu SIM aktif yang beredar yang tidak proporsional. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 315 juta kartu SIM terdaftar, sementara jumlah penduduknya hanya 280 juta jiwa termasuk bayi dan balita.
“Untuk apa kelebihan kartu SIM itu? Mungkin ada yang punya beberapa, tapi ini jelas perlu ditelusuri lebih lanjut. Itu sebabnya kami melakukan pemutakhiran data dan memberlakukan kembali pembatasan kartu SIM,” kata Meutya.