Jurnalnetizen.com – Seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan di pengadilan Jakarta pada hari Jumat bahwa mantan ketua KPK Firli Bahuri membocorkan informasi tentang operasi tangkap tangan antikorupsi kepada publik pada bulan Januari 2020, yang menyebabkan gagalnya penangkapan politikus senior PDIP Hasto Kristiyanto dan calon legislatif buron Harun Masiku.
Firli mengundurkan diri tahun lalu setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh polisi dalam kasus yang melibatkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Bersaksi sebagai saksi dalam persidangan Hasto yang sedang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti menceritakan operasi tangkap tangan yang gagal untuk menangkap Hasto dan Harun di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta Selatan. Operasi tangkap tangan itu terkait dengan kasus suap yang melibatkan mantan komisioner pemilu Wahyu Setiawan mengenai upaya Harun untuk mengganti legislator lain melalui pengangkatan sementara yang ilegal.
Menurut Rossa, tim KPK telah melacak pergerakan Hasto melalui sinyal telepon seluler saat mereka menerima kabar bahwa Firli secara sepihak mengumumkan operasi tersebut, sebelum kedua tersangka ditahan.
“Tiba-tiba, kami mendapat informasi dari markas besar bahwa Firli telah mengumumkan operasi penyamaran itu,” kata Rossa di pengadilan. “Hal itu dibagikan di obrolan grup internal kami. Kami mempertanyakan keputusan itu karena kami belum mengamankan tersangka utama.”
Pengungkapan yang terlalu dini itu, jelas Rossa, membahayakan operasi tersebut. Penyidik KPK telah menemukan Hasto di dekat PTIK dan sedang dalam proses upaya penangkapannya ketika mereka dihentikan di gerbang kompleks dan kemudian ditahan dan diinterogasi, sehingga kehilangan jejak kedua target dalam proses tersebut.
Pengadilan juga mendengar bagaimana pengejaran para penyidik terhambat oleh kebingungan internal dan pertemuan tak terduga dengan unit penegakan hukum lainnya di lapangan. “Ketika kami tiba di PTIK, kami secara mengejutkan bertemu dengan tim lain yang mengejar Harun,” kata Rossa.
Dalam operasi tersebut, penyidik menyadap komunikasi yang menunjukkan bahwa Harun telah diperintah oleh seorang rekannya, yang diduga atas perintah seseorang yang disebut sebagai “Bapak,” untuk menghancurkan barang bukti dengan cara menenggelamkan telepon genggamnya ke dalam air.
Sidang juga menyinggung dugaan penggunaan telepon genggam bekas yang terdaftar atas nama “Sri Rejeki Hastomo,” yang oleh penyidik diyakini digunakan oleh Hasto untuk menghindari deteksi. Rossa bersaksi bahwa nomor tersebut telah disimpan dengan nama samaran oleh ajudan Hasto, Kusnadi, yang mengaku memberikan nama samaran yang diyakininya akan mendatangkan keberuntungan.
Hasto, yang diadili atas tuduhan menghalangi keadilan dalam kasus tersebut, membantah bahwa nomor tersebut miliknya dan mempertanyakan kredibilitas kesaksian Rossa. Berbicara di luar ruang sidang, Hasto menuduh KPK mempolitisasi kasus tersebut, dengan alasan bahwa penggunaan penyidik sebagai saksi fakta tidak tepat menurut hukum acara pidana Indonesia.
“Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah hukum kita bahwa seorang penyidik KPK bersaksi sebagai saksi fakta dalam persidangan,” kata Hasto. “Mereka tidak hadir di TKP. Yang mereka berikan hanya asumsi, bukan bukti langsung.”
Sidang akan dilanjutkan minggu depan, dan majelis hakim diharapkan mendengarkan keterangan tambahan dari penyidik KPK lainnya.