Jurnalnetizen.com – Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan perlu waktu untuk mengkaji gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi agar vasektomi menjadi syarat bagi warga provinsi tersebut untuk mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.
“Ya, kami perlu waktu untuk memahami gagasan Pak Dedi,” ujarnya di Yogyakarta, Sabtu (3/5).
Yusuf menegaskan usulan ini perlu dikaji secara matang karena berbagai program bantuan sosial yang saat ini diberikan pemerintah utamanya ditujukan sebagai jaring pengaman bagi warga yang rentan.
Ia mencontohkan Program Keluarga Harapan (PKH). PKH dirancang untuk membantu masyarakat yang kurang mampu agar dapat memenuhi kebutuhan dasar dan akhirnya mandiri.
“Tujuan kami adalah membantu penerima manfaat meningkatkan taraf hidup, hidup mandiri, dan memperoleh keterampilan,” tegasnya.
Menteri menekankan bahwa penambahan persyaratan baru untuk mengakses bantuan sosial harus mempertimbangkan nilai-nilai agama, hak asasi manusia, dan implikasi sosial yang lebih luas.
“Diskusi yang mendalam diperlukan jika kita ingin menambahkan persyaratan yang bukan bagian dari rencana awal program. Sangat penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai agama, hak asasi manusia, dan faktor-faktor lain sebelum membuat keputusan apa pun,” tegasnya.
Ia juga merujuk pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan vasektomi dilarang dalam Islam.
“Fatwa ini menjadi salah satu alasan mengapa kita perlu mengatasi masalah ini melalui diskusi multisektoral,” katanya.
Gubernur Dedi Mulyadi sebelumnya telah menarik perhatian publik atas gagasannya untuk mengaitkan kelayakan berbagai bentuk bantuan sosial dengan keikutsertaan dalam program keluarga berencana, khususnya yang melibatkan metode kontrasepsi pria, seperti vasektomi.
Saat berbincang di Bandung, Senin (28/4), ia menjelaskan bahwa gagasan tersebut bertujuan untuk mendorong penyaluran bantuan yang lebih merata, sehingga tidak terpusat pada sejumlah individu atau keluarga tertentu.
Untuk mendukung hal tersebut, gubernur menekankan pentingnya mengintegrasikan data penerima bantuan sosial dengan data kependudukan, termasuk data kepesertaan keluarga berencana.
“Rencananya, calon penerima bantuan akan diperiksa kelayakannya. Kalau mereka peserta keluarga berencana, mereka bisa mendapatkan bantuan. Kalau tidak, mereka harus lebih dulu melakukan upaya pengendalian kelahiran, khususnya metode kontrasepsi pria. Itu yang saya maksud,” ujarnya.