Jurnalnetizen.com – Siti Hediati Hariyadi, yang lebih dikenal dengan nama Titiek Soeharto, menyambut baik usulan baru untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada mendiang ayahnya, presiden kedua Indonesia Soeharto, meskipun ada kontroversi lama mengenai catatan hak asasi manusianya.
“Alhamdulillah, kalau pemerintah mau memberikan gelar kepada Presiden Soeharto, mengingat semua yang telah dilakukannya untuk bangsa ini,” kata Titiek, mantan istri Presiden Prabowo Subianto, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa. “Tapi bagi kami, keluarganya, terlepas dari apakah gelar itu diberikan atau tidak, dia sudah menjadi pahlawan, dan saya yakin juga bagi jutaan rakyat Indonesia yang mencintainya.”
Titiek, anggota Partai Gerindra, menambahkan bahwa keluarganya tidak pernah secara aktif melobi untuk gelar tersebut, meskipun gelar itu sering muncul kembali dalam wacana publik di sekitar Hari Pahlawan Nasional. “Gelar itu muncul setiap tahun. Terlepas dari apakah gelar itu diberikan atau tidak, dia tetap pahlawan bagi kami,” katanya.
Meski demikian, ia berharap pengakuan yang telah lama didiskusikan itu akhirnya dapat terwujud di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. “Insya Allah, ini dapat terwujud di pemerintahan saat ini,” katanya.
Usulan tersebut telah menarik perhatian para pejabat. Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pada hari Senin bahwa tidak ada keberatan jika Soeharto dipertimbangkan untuk mendapatkan gelar tersebut. “Apa yang salah dengan itu? Mantan presiden tentu layak mendapatkan pengakuan atas jasanya bagi negara,” katanya kepada wartawan di Istana Kepresidenan.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, yang juga dikenal sebagai Gus Ipul, membenarkan bahwa pencalonan tersebut sedang ditinjau, didorong oleh aspirasi publik. Ia menjelaskan bahwa usulan tersebut melalui proses evaluasi terstruktur, dimulai di tingkat daerah sebelum diteruskan ke Kementerian Sosial. Kementerian tersebut kemudian membentuk komite yang terdiri dari para sejarawan, tokoh agama, dan akademisi untuk menilai para kandidat.
Usulan tersebut telah memicu kembali perdebatan tentang warisan Soeharto. Sementara beberapa cendekiawan menganggapnya memiliki kontribusi penting bagi pembangunan nasional dan kemenangan militer, para kritikus berpendapat bahwa pemerintahannya yang otoriter dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia seharusnya mendiskualifikasinya dari kehormatan tersebut.
“Ada pro dan kontra, dan kami mendengarkan semua pihak,” kata Gus Ipul.
Soeharto termasuk di antara sepuluh orang yang saat ini dipertimbangkan untuk mendapatkan status pahlawan nasional, bersama mantan Presiden Abdurrahman Wahid, ulama Bisri Sansuri, dan pendidik Idrus Al-Jufri.